Review Buku: Berdamai dengan Diri Sendiri (Seni Meneripa Diri Apa Adanya) Muthia Sayekti

Rasa bosan dan lelah mulai menggelayuti saya saat saya Work From Office beberapa waktu yang lalu. Saya mulai berpikir keras dan mencoba untuk mencari aktivitas lain yang menyegarkan. Setelah beberapa waktu berpikir, akhirnya saya putuskan untuk pergi ke perpustakaan sekolah dan mencoba untuk bertapa di sana. 

Sesampainya di sana saya buka beberapa buku yang mungkin akan menarik diri saya untuk membacanya. Beberapa hanya saya buka-buka saja, dan beberapa ada yang saya pegang saja. Kemudian mata saya melirik satu buku dengan cover putih. Di cover buku tersebut tertulis judul Berdamai dengan Diri Sendiri. Saya pegang buku tersebut dan kemudian saya baca sekilas beberapa isinya. Akhirnya saya putuskan, YA! Inilah buku yang sedang aku cari. 

Dari sekilas saya lihat buku tersebut, saya ambil sedikit kesimpulan bahwa buku ini akan menggugah kembali semangat diri saya dan menggugah kembali kepenatan diri akan kebosanan karena bahasanya ringan. 

Saya ambil buku itu, dan kemudian menulis list peminjaman buku di tempat yang sudah disediakan oleh perpustakaan sekolah. 

Saya melenggang keluar dan kemudian memegang erat buku tersebut, seakan-akan takut kehilangan. 

Saya duduk di kantor dan kemudian mulai membacanya halaman demi halaman. 

Di akhir jam Work Form Office, saya bawa pulang buku tersebut agar saya bisa membacanya dirumah. 

Untuk menghabiskan buku ini, saya membutuhkan waktu sekitar 2-3 minggu. Sebenarnya bisa selesai cepat, tapi karena faktor kesibukan akhirnya saya baru menyelesaikan sekitar waktu tersebut. 

Disini saya akan sedikit mengulas isi dari buku karya Muthia Sayekti ini. 

Awal:

Foto Cover Buku


Foto Belakang Buku


Penerbit

Diterbiatkan pertama kali oleh Penerbit PSIKOLOGI CORNER
Yogyakarta, 2018

Cetakan pertama, Oktober 2018

Penulis 

Muthia Sayekti

Jumlah Halaman 

213

Review Buku

Buku ini memiliki cap EDISI Best Seller Nasional! (Jadi sih yes ajah!)

Oke, kita mulai dari daftar isi. 
Pertama dibuka dengan topik ketidakpercayaan diri seseorang sebagai awal dari "kekurangan" kemudian topik selanjutnya membahas tentang sikap berdamai dengan kekurangan tersebut. Setelah berdamai, penulis membahas tentang Potensi diri yang harus di gali lebih dalam. Topik selanjutnya, memandang bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda. Sehingga tidak perlu untuk beriri hati. Kita adalah kita bukan orang lain, bukan cerminan orang lain. Terakhir, ditutup dengan topik pentingnya mendamaikan diri sendiri. 

Selanjutnya, 
Kertas yang digunakan yaitu kertas buram, sehingga mata kita bisa lebih nyaman dalam membacanya. 

Lebih menarik lagi, ada banyak quote quote di dalamnya sehingga membuat kita lebih semangat lagi. 

Nah itu sedikit tentang daftar isinya. 

Masuk ke isi... 

Apa yang saya rasakan setelah membaca buku ini? 

Beberapa hal saya rasakan perbedaan di diri saya. Saya lebih merasakan diri saya bisa menerima saya apa adanya. Karena kata dan kalimat yang ada dalam buku tersebut semakin meyakinkan diri saya untuk bisa menerima kekurangan saya sendiri. 
Memang sebenarnya dari dulu pun saya cuek dengan diri saya. Apapun orang katakan terhadap diri saya, saya tidak pernah menganggapnya terlalu serius. Sudah makan asam garam lah ibaratnya, karena dari sejak saya kecil saya sudah sering mendengar ocehan orang-orang yang tidak berguna tentang diri saya. Apapun itu saya selalu meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya itu berharga, saya itu hebat dengan kemampuan saya!

Nah, setelah membaca buku ini pun, saya semakin yakin bahwa yang bisa membentuk diri kita sendiri adalah diri kita bukan orang lain!

Coba kita pahami lebih, Allah swt sudah dari awal menciptakan diri kita dengan takdir yang berbeda-beda. Punya kelemahan punya kelebihan sendiri. Sehingga kita hanya perlu menggali lebih dalam apa potensi kita, apa kemampuan kita. 

Salah satu kutipan dalam buku tersebut:
Kekurangan yang kita punya bukan sesuatu yang harus diratapi secara dramatis. Setiap orang di dunia ini pasti punya ketidaksempurnaan. Tinggal bagaimana orang tersebut memaknainya dan mengambil hikmahnya. Setelah itu yang paling penting adalah bagaimana cara ia menyikapinya untuk melanjutkan hidupnya ke depan. 

Dalam buku tersebut pun menjabarkan bagaimana caranya kita mengenali diri kita sendiri, yang hal tersebut membukakan mata saya bahwa saya harus menjadi diri saya sendiri bukan menjadi orang lain. Idealnya kita harus mampu mengira apa potensi dan kemampuan kita bukan karena paksaan orang lain.  Karena yang pasti cocok untuk kita sendiri ya potensi diri kita bukan orang lain. 
Mungkin ada banyak dorongan dan paksaan terutama dari keluarga kita. Seperti, profesi apa yang harus kita ambil, jurusan apa yang harus kita pilih, jalan hidup yang bagaimana? padahal tentu kita mampu memilih sesuai dengan potensi diri kita. Seharusnya kita semua punya hak untuk bisa memilih sesuai kehendak kita. 

Contoh kasus di dalam buku tersebut:
Ada anak yang sebenarnya sangat berpotensi di ranah ilmu sosial. Ia memiliki hafalan yang bagus dan kepekaan yang baik dalam mengamati fenomena sosial. Secara naluri, ia lebih cocok untuk masuk ke kelas IPS namun karena prestige dan tuntutan orang tua yang tak bisa dielakkan, akhirnya ia terjun ke kelas IPA. Padahal kemampuannya dalam berlogika dan numerik sangatlah biasa-biasa saja. Pada akhirnya ia mulai mengubur potensinya. Karena ia tidak bisa meraih kesuksesan di bidang itu, ia malah mengutuki dirinya sendiri dan menilai bahwa dirinya tidak sepintar yang lain. 

Nah, kita bisa lihat dari contoh kasus tersebut bahwa kita tidak bisa memaksakan orang lain untuk mengikuti apa yang kita selalu mau. Kita perlu membebaskan orang lain untuk memilih jalan hidupnya sendiri. 

Akhir:

Kutipan akhir dari buku tersebut:

Mulailah mengenali siapa dirimu sebenarnya. Gali dan temukan kekuatan dirimu yang mungkin selama ini sudah kau kubur dalam-dalam. 
Alihkan fokusmu yang mungkin sebelumnya terlalu meratapi kesedihan menuju kepada eksplorasi kemampuanmu. 
Beranilah untuk mengambil keputusan atas pilihan hidupmu. Mulailah untuk tidak terlalu memedulikan apa kata orang yang terlalu sering mengintervensi kehidupanmu. 
Hidup ini kita sendiri yang menjalani. 
Jika kita terlalu patuh pada apa kata orang, saat kita jatuh mereka belum tentu mau akan keputusan yang sudah ktia ambil sebelumnya. 
Maka dari itu, belajarlah teguh untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah menjadi pilihan kita.
Dengan demikian maka kuatlah sudah identitas diri yang melekat dalam hidup kita semua. 

Buku Berdamai dengan Diri Sendiri

Untuk lebih bisa mengenali dirimu sendiri, kamu bisa membaca bukunya Muthia Sayekti.

Rate: 4/5

Semoga bermanfaat, 

Post a Comment

2 Comments

  1. Buku yang bagus, walau berdamai dengan diri sendiri itu pasti sulit :c

    ReplyDelete
    Replies
    1. yap,, memang,,
      nyatanya bisa bikin saya berpikir lebih baik... :)

      Delete

Gak usah ragu-ragu buat ninggalin jejak disini, karena gw rasa kita sama-sama satu nasib satu sepenanggungan sebagai manusia paling galau di dunia.. huehuee